"Perang Salib I ditandai dengan besarnya dinasti Seljuk di bawah kepemimpinan Alp Arselan dan Malik Syah yang memasuki Armenia, Asia Kecil dan Syiria, kemudian menyapu daerah kawasan Byzantium yang memporak-porandakan angkatan perangnya.”
Kesultanan Seljuk segera menjadi suatu negara yang tertata secara hirarkis, berpolakan Perso-Islami,[1] dengan sultannya yang didukung oleh birokrasi Persia. Tentaranya yang multinasional diatur oleh panglima Turki, dan inti militernya dilengkapi dengan pasukan kesukuan yang berada di bawah para pemimpin Turkmen.[2]
Pada saat Tughril Beg memegang kepemimpinan Dinasti Seljuk, pencapaian gemilang masa pemerintahannya adalah menguasai Baghdad. Dan pada masa itu Dinasti Seljuk memerintah Baghdad selama sekitar 93 tahun, dari tahun 429 H / 1037 M hingga 522 H / 1127 M.[3]
Selain itu, Tughril Beg juga mengakhiri masa Dinasti Buwaihi yang pada saat itu dipimpin oleh Al-Malik al-Rahim dengan panglima tentaranya yaitu al-Basasiri. Atas kegemilangannya tersebut, Tughril Beg mendapatkan dua gelar kehormatan yaitu:[4]
- Yamin Amir al-Mu minin, gelar ini diperoleh karena menumpasi Bani Buwaihi di Baghdad.
- Malik al-Syarqi al-Gharb, gelar ini diperoleh karena menewaskan Al-Basasiri dan mengembalikan Khalifah al-Qa’im.
Tughril Beg tidak memiliki seorang putra, sehingga ketika ia meninggal kepemimpinan diteruskan oleh keponakannya bernama Alp Arselan yang memerintah tahun 1063 M hingga 1072 M. Perluasan daerah yang sudah dimulai pada kepemimpinan Thugril Beg, kemudian dilanjutkan oleh Alp Arselan ke Barat hingga sampai ke pusat kebudayaan Romawi di Asia keci, yaitu Bizantium.[5]
Dalam rangka gerakan ekspansi tersebut, terdapat suatu peristiwa penting yang dikenal dengan peristiwa Manzikart 463 H / 1071 M, dimana tentara Alp Arselan berhasil mengalahkan kekuatan besar pasukan tentara Romawi yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Prancis dan Armenia.[6] Alp Arselan berhasil memberikan andil dalam berbagai bidang. Secara militer, kehebatan Bani Seljuk dibuktikannya dengan memberikan pukulan-pukulan hebat atas pasukan Bizantium dalam perang Manzikart tersebut, peristiwa ini sangat berarti bagi Bani Seljuk, sebab bukan hanya semakin terbukanya Asia Kecil untuk migrasi suku-suku Turki, juga merupakan kemenangan awal penting bagi tentara kekhalifahan dalam melawan pasukan regular Kaesar.[7]
Peristiwa Manzikart, menanamkan benih kebencian kaum Nasrani terhadap umat Islam yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian tersebut bertambah besar ketika Dinasti Seljuk berhasil merebut Baitul Maqdis di tahun 471 H. Untuk memperoleh kembali apa yang telah direbut, tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyeru umat Nasrani di Eropa untuk melakukan perang suci yang dikenal dengan Perang Salib.[8]
Perang Salib I ditandai dengan besarnya dinasti Seljuk di bawah kepemimpinan Alp Arselan dan Malik Syah yang memasuki Armenia, Asia Kecil dan Syiria, kemudian menyapu daerah kawasan Bizantium yang memporak-porandakan angkatan perangnya pada pertempuran Mazikert dan sepanjang laut tengah, selain itu Yerusalem pun berpindah kekuasaan. Oleh karena itu, Konstantinopel dibawah kepala gereja Hildeband yang menaiki tahta sebagai Paus Gregorius VII memohon bantuan dari para raja ksatria dan penduduk, sebab penaklukan oleh Bani Seljuk dianggap melakukan kekejaman dan menindas orang-orang Kristen yang datang beribadah ke Baitul Maqdis.[9]
Pada Tahun 1095 M barulah penggatinya Paus Urbanus II yang dibantu oleh guru bahasanya yaitu Peter Amiens dapat mengumpulkan kekuatan besar sebanyak 300.000 orang. Peter-lah yang menyerukan kepada seluruh raja dan pembesar raja Eropa bersatu untuk memerangi kaum Islam atas nama agamanya yang suci. Peter terus berkelana sambil terus berkampanye untuk hal tersebut.[10]
Pada sekitar akhir tahun 1096 M dan awal tahun 1097 M, sekitar 150.000 tentara Salib sampai di Konstantinopel di bawah kepemimpinan Gadefroy, Bohemond dan Raymond. Pada awal tahun 1097 M, para tentara Salib mulai menyeberangi Selat Bosporus dan kemudian mengepung kota Niceae dan setelah dikepung selama sebulan penuh, akhirnya kota jatuh ke tangan para tentara Salib pada tanggal 18 Juni 1097 M. Kemudian pada tanggal 15 Juli 1099 M tentara Salib mengepung Yerusalem selama 7 hari dan mengalahkan tak kurang 70.000 pasukan umat Islam. Pada saat penaklukan tersebut, membuat kota-kota di sekitar Yerusalem pun ikut takluk. Kemudian tentara Salib mendirikan empat kerajaan Kristen yang terletak di Baitul Maqdis, Enthiokhie, Raha, dan Tripolisyam, sedangkan Nicola dikembalikan kepada kaisar Bizantium.[11]
Catatan kaki:
[1] Salah satu elemen peradaban yang paling kuat adalah unsur Persia, yang memasuki peradaban Islam sejak Dinasti Abbasiyah berdiri. Atas dasar inilah para sarjana sependapat untuk mengatakan bahwa peradaban Islam sesungguhnya merupakan “sintesa Persia-Islam” (A Perso-Islamic Synthesis). Lihat, Bagley, Introduction, hlm 9.
[2] Lihat, Bosworth, Dinasti-dinasti, hlm 143.
[3] Lihat, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993, hlm 65.
[4] Lihat, Yahya Mahyudin, Sejarah Islam, Kuala Lumpur, Fajar Bakti, 1993, hlm 309.
[5] Ibid, hlm 300
[6] Lihat, Ahmad Shallabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna Baru, 1998, hlm 286.
[7] Lihat, Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Atlas Perang Salib, Jakarta Timur, Almahira, 2009, hlm 51.
[8] Lihat, Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jilid I, Jakarta 1985, hlm 78
[9] Lihat, Arsyad, 1993, hlm 77, dalam Perang Salib dalam Lintasan Sejarah.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar