Kamis, 01 Oktober 2020

Kesaktian Pancasila Bukan Seremonial


Teleportasi Zaman
--- Tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan tersebut dilakukan secara rutin, salah satunya agar masyarakat Indonesia mengetahui sejarah bangsa yang berharga. 

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila bermula dari Surat Keputusan Menteri atau Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto pada 17 September 1966 lalu. Perihal ini dapat dikatakan sebagai mitologisasi pemerintah untuk menguatkan Pancasila, pasca insiden G30S PKI dan sebagai penghormatan untuk Pahlawan Revolusi. 

Setelah keputusan tersebut keluar, Wakil Panglima Angkatan Darat Letjen Maraden Panggabean dalam jumpa pers menjelaskan, Pancasila sebagai way of life bangsa Indonesia pada tanggal itu mendapat ancaman yang luar biasa sehingga hampir saja Pancasila musnah dari Bumi Pertiwi. Namun, Pancasila selamat dari serangan fisik penganut Marxisme, Leninisme, dan Maoisme dalam wadah Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpinan Dipa Nusantara Aidit. Jadi, jika ada yang mengatakan PKI berideologi Pancasila itu namanya ngawur.

Di satu sisi, peringatan hari Kesaktian Pancasila harus dimaknai sebagai pengingat bahwa Pancasila harus terus bertahan dalam rongrongan ideologi lain, seperti komunisme dalam wajah Partai Komunis. Namun, Pancasila juga harus tetap eksis hingga saat ini di tengah rongrongan kapitalisme/liberalisme, yang dalam banyak wajah riilnya tak kalah tidak manusiawi dibandingkan komunisme. 

Selain itu, konteks refleksi kesaktian Pancasila, sebagaimana kelahirannya, juga harus dilepaskan dari kontestasi kepentingan rezim. Konkretnya, harus dialienasi dari kepentingan politik rezim Soekarno dan mesti didislokasi dari kepentingan rezim Orde Baru. Karena dalam perkembangannya, makna dari Hari Kesaktian Pancasila pun makin berkembang. 

Jika pada perayaan-perayaan sebelumnya peringatan ini selalu dikaitkan dengan penumpasan G30S/PKI, maka pada “era kekinian” Kesaktian Pancasila dimaknai sebagai salah satu bagian dari hari penting nasional untuk mengingatkan kembali kepada segenap rakyat Indonesia akan pentingnya mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber kekuatan menggalang kebersamaan untuk memperjuangkan, menegakkan kebenaran dan keadilan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun yang menjadi pertanyaan “kekinian”, apakah Kesaktian masih melekat pada Pancasila? Jika pada kenyataannya saat ini, Pancasila hanya sebatas hafalan, alat politik, bahkan sebagai bahan seremonial semata tanpa pemaknaan mendalam terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Padahal, Pancasila dibentuk dari nilai-nilai bangsa Indonesia yang disarikan oleh para Bapak Bangsa sebagai dasar atau pondasi kehidupan bernegara. Faktanya kini dasar tersebut seolah goyah. Ideologi Pancasila diganggu-gugat dan tak mampu menjadi sebuah pondasi kokoh dari negara Indonesia.

Bukti dari goyahnya ideologi Pancasila adalah munculnya berbagai kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat-pejabat Negara. Seolah menjadi bukti bahwa sila Ketuhanan yang Maha Esa sudah menghilang. Mereka tak takut lagi, bahkan mungkin tak lagi percaya pada Tuhan, dan memilih untuk menyembah uang dan kekuasaan. Bahkan, agama pun dijadikan alat meraih kekuasaan oleh para elit negeri ini.

Hal ini tentu mengingatkan kita pada sebuah forum debat di televise beberapa tahun yang lalu, dimana pakar politik dan pertahanan Profesor Salim Said saat ditanya mengapa Indonesia tak bisa menjadi negara maju, seperti Singapura, Korea Selatan, hingga Israel. Profesor itu dengan kocak menjawab karena orang-orang Indonesia merasa tak ada pihak yang mengancam atau menakutinya.

“Korea Selatan, Taiwan, Singapura maju karena mereka ada yang ditakuti. Taiwan takut sama Cina daratan. Korea Selatan takut sama Korea Utara. Singapura takut sebagai mayoritas Tionghoa di tengah lautan Melayu. Israel takut karena berada di tengah ‘lautan’ Arab. Tapi Indonesia, tidak ada yang ditakuti. Tuhan pun tidak ditakuti. Mengapa demikian? Coba lihat orang yang ‘masuk’ KPK, semuanya pernah disumpah di bawah kitab suci atas nama Tuhan. Tapi sudah itu dia langgar sumpahnya, jadi dia tidak takut sama Tuhan. Satu bangsa yang tidak punya sesuatu yang ditakuti maka dia tak akan bisa maju.”

Pancasila yang secara umum memiliki lima fungsi, yaitu sebagai pedoman hidup, jiwa bangsa, kepribadian bangsa, sumber hukum, dan cita-cita bangsa. Sayangnya kelima fungsi ini terabaikan begitu saja. Kesaktian Pancasila kini hanya sebatas berdiri diranah “mitos” atau jargon bahkan seremonial  yang diceritakan terus-menerus setiap waktunya kepada anak bangsa tanpa mau memaknai atau bahkan melaksanakan dengan segenap hati demi terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Sumber: Rasil News


Tidak ada komentar:

Posting Komentar